
Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Gugat Tambang Ilegal Pohuwato

Telaga Biru, 11 September 2025 – Siang itu udara terasa panas, namun semangat belasan orang yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan tak surut sedikit pun. Dipimpin oleh Koordinator Lapangan Amat Lasimpala, sekitar 10 orang massa aksi berkumpul di depan Polda Gorontalo, Desa Pantungo, Kecamatan Telaga Biru. Dengan satu unit mobil sound system dan tiga sepeda motor sebagai perangkat aksi, mereka datang membawa keresahan masyarakat yang telah lama terpendam.
Peristiwa ini lahir dari kegelisahan panjang. Warga menilai aktivitas pertambangan ilegal di Kabupaten Pohuwato kian tak terkendali. Alih-alih membawa manfaat, tambang tanpa izin justru meninggalkan luka: bencana banjir, kerusakan lingkungan, hingga korban jiwa. Mereka merasa aparat hukum tidak menunjukkan ketegasan. Karena itulah suara perlawanan ini digemakan.
Dalam orasinya, para demonstran mendesak Kapolda Gorontalo segera memproses hukum dua nama yang disebut sebagai dalang tambang ilegal di Botudulanga, yakni Daeng Baba dan Daeng Ari. Mereka juga meminta Kapolda mencopot Kapolres Pohuwato yang dianggap gagal menertibkan aktivitas tambang ilegal, bahkan dinilai turut membiarkan hingga memakan korban di wilayah Tomula dan Petabo.
Di tengah teriknya matahari, orator Wahyudin Mahmud dan Mohamad Fadli mengangkat suara lantang. Mereka meminta maaf kepada aparat dan masyarakat sekitar, namun menegaskan bahwa tuntutan ini bukan sekadar emosi. “Pertambangan tanpa izin dapat dipidana penjara lima tahun dan denda Rp100 miliar, tetapi faktanya tambang ilegal masih terus beroperasi,” teriak mereka.
Nada suara mereka semakin meninggi ketika menyinggung dugaan keterlibatan aparat. “Jika Kapolda tidak bisa mencopot Kapolres, berarti Kapolda juga ikut terlibat. Ingat, Pak, Bapak masih baru di Gorontalo, jangan coba-coba!” seru salah satu orator.
Massa menilai banjir yang berulang di Pohuwato bukan lagi bencana alam semata, melainkan akibat langsung tambang ilegal. Mereka bahkan menyebutkan ada sembilan alat berat masih aktif di Botudulanga yang tidak pernah disita. “Apakah mereka kebal hukum? Atau ada permainan mata dengan aparat?” begitu suara tudingan menggema dari pengeras suara.
Menjelang sore, tepat pukul 15.55 Wita, massa akhirnya diterima oleh Ipda Hafidz Ikhwani, anggota piket Ditreskrimsus. Dengan tenang ia menyampaikan, “Apa yang menjadi tuntutan rekan-rekan akan kami tampung dan diteruskan kepada pimpinan. Saya tidak punya kewenangan menjawab di sini. Namun pimpinan sudah menegaskan, tidak boleh ada anggota yang bermain di tambang ilegal. Jika ada yang terbukti, akan ditindak tegas.”
Bagi massa aksi, jawaban itu belum cukup. Mereka merasa gerakan ini harus terus berlanjut hingga ada tindakan nyata. “Selama tambang ilegal masih beroperasi, kami akan terus turun ke jalan. Bahkan pada aksi berikutnya, kami minta Dirkrimsus Polda Gorontalo hadir langsung,” tegas Korlap Amat Lasimpala di akhir aksi.
Aksi yang dimulai dengan semangat lantang akhirnya bubar dengan tertib pukul 16.05 Wita. Meski hanya berjumlah sekitar 10 orang, suara mereka menggema lebih besar dari jumlahnya. Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan meninggalkan halaman Polda Gorontalo dengan satu pesan jelas: perjuangan mereka belum selesai. Di balik langkah kecil itu, tersimpan keyakinan bahwa perubahan hanya bisa lahir dari keberanian menyuarakan kebenaran.
1.png)